SEPAK bola telah mengubah hidup Haji Misranto, dari pas-pasan menjadi serbakecukupan. Perubahan drastis itu tidak lepas dari ketekunan, kesabaran, kegigihan dan pengorbanannya dalam mendidik serta menularkan ilmu bermain sepak bola kepada anak-anaknya. Hasilnya, salah satu putra mantan pelatih GT-One Getas tahun 1980-an itu menjadi pemain besar.
Tidak hanya terkenal di Indonesia, tapi juga berkibar di negeri tetangga, Malaysia. Dia adalah Bambang Pamungkas. Pensiunan PNS yang pernah melatih klub Rajawali Ambarawa itu pun sangat bersyukur. Andai Bambang tidak sesukses seperti sekarang, kehidupannya tentu tidak seperti ini, menjadi orang terpandang di kampungnya, Desa Getas Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
''Dulu, makan nasi tiwul (nasi terbuat dari gaplek-red) bagi karyawan rendahan seperti saya sudah biasa. Waktu itu saya harus menanggung tujuh anak. Setelah masa berjalan, saya tidak mengira hidup bisa berubah seperti ini. Kami harus bersyukur kepada Allah,'' jelas Misranto, yang matanya tidak pernah lepas mengamati anak-anak asuhannya yang tergabung dalam klub Apacinti di lapangan Kadirejo, Kecamatan Pabelan, Salatiga.
Ya, sulit membayangkan kehidupan keluarga Haji Misranto bisa seperti sekarang ini. Bagaimana tidak? Kehidupannya dulu penuh warna keprihatinan. Saat jadi karyawan rendahan PTP XVIII Getas, Kabupaten Semarang (sekarang PTPN IX Getas), dapurnya bisa ngebul setiap hari saja sudah merupakan berkah tersendiri. Kehidupan yang serba sulit itu juga membuat pria kelahiran 6 Januari 1943 ini tidak mungkin bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang lebih tinggi.
Tetapi sosok Misranto bukan tipe orang pemalas. Dia tidak pernah menyerah dengan keadaan, kendati sehari-hari harus makan seadanya demi membesarkan anak-anaknya. Dengan harapan, kelak mereka bisa mikul duwur mendem jero kepada orang tua.
Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mengangkat derajat keluarga hanya menggiring empat anak laki-lakinya ke lapangan. Kebetulan, tidak jauh dari rumahnya, sekitar 100 meter, terdapat lapangan sepak bola permanen milik PTP XVIII yang sehari-hari digunakan latihan klub GT One Getas.
Ternyata dari empat anaknya itu, hanya Bambang Pamungkas dan Tri Agus Prasetyo yang menonjol. Hanya, Tri Agus kemudian memilih menjadi PNS pemkab dan pelatih Persibara Banjarnegara, melanjutkan profesi orang tuanya.
''Di lapangan PTP XVIII itulah Bambang kali pertama latihan bola. Saat itu dia baru kelas IV SD. Bakatnya sudah terlihat sejak kecil,'' kenangnya.
Misranto memang patut bangga terhadap Bambang Pamungkas. Mantan striker Persija Jakarta itu saat ini bergabung dengan klub Selangor FC Malaysia. Untuk ukuran pemain Indonesia, gaji dan kontrak yang didapat di klub tersebut sangat wah. Setiap bulan pemain kelahiran Getas 10 Oktober 1980 itu menerima gaji Rp 143 juta dengan nilai kontraknya musim ini Rp 1,5 miliar.
Bambang juga masih mendapat tambahan bonus setiap kemenangan, yaitu Rp 11 juta per pemain. Padahal ketika merumput di Persija, gajinya hanya sekitar Rp 35 juta dan kontrak Rp 300 juta. Bisa dibayangkan berapa kekayaan Bambang sekarang ini.
Di klub barunya itu, Bambang jadi idola. Bersama dengan Elie Aiboy, yang juga mantan pemain Persija, dia berhasil mengangkat pamor Selangor FC di kancah sepak bola Malaysia. Tidak tanggung-tanggung, treble winner langsung dipersembahkan mereka, yaitu Piala FA, Juara Liga Perdana dan Piala Malaysia 2005 dalam satu musim. Bahkan, predikat pemain terbaik di Final Piala Malaysia dengan mencetak 39 gol pun diraih Bambang.
''Dibanding pemain-pemain profesional Indonesia lainnya, Bambang memang punya keistimewaan tersendiri. Pemain yang lain main di klub dulu baru gabung dengan timnas. Tapi, Bambang masuk timnas dulu baru masuk klub (Persija-red). Dari yunior sampai pemain senior dia terus berada di timnas,'' terang Misranto.
Berkorban
Untuk menjadikan Bambang pemain besar, Misranto harus banyak berkorban. Dia ingat harus membelikan sepatu sepak bola seharga Rp 2.500 ketika gajinya saat itu hanya sekitar Rp 30 ribu. Bukan itu saja, ayam jago kesayangannya terpaksa dijual untuk mengantar anak keenamnya itu berlatih di Semarang tahun 1992. Saat itu, Bambang yang akrab disapa BP tersebut dipinjam Sartono Anwar untuk memperkuat SSB Tugu Muda di kompetisi antar-SSB Piala Jamiat Dalhar di Yogyakarta.
Bambang tidak besar kepala. Kendati kini sudah kaya raya, dia tidak lupa dengan asal usulnya. Ibarat kacang tidak lupa akan kulitnya. Buktinya, setelah sukses dia tidak lupa kepada kedua orang tua. Selain itu dia juga membantu pembangunan asrama dan lapangan klub Apacinti di Pabelan. Maklum, Bambang juga merupakan ''alumnus'' Apacinti.
Rumah kedua orang tuanya yang semula terbuat dari gedek (papan bambu) dengan atap genting dirobohkan. Rumah itu dirombak menjadi rumah tembok dilengkapi dengan garasi terhitung sejak 2001 ketika dia masih gabung dengan Persija.
Untuk alat transpotasi, kedua orang tuanya dibelikan mobil Toyota LGX dan motor. Satu tahun kemudian mereka diberangkatkan ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. ''Banyak contoh anak tidak berbakti kepada orang tua. Tapi hal itu tidak dilakukan oleh Bambang. Kendati sudah berkeluarga, sampai sekarang dia masih terus mentransfer uang kepada kami.''
Berapa setiap bulannya? ''Itu rahasia. Untuk ukuran saya lebih dari cukup. Inilah buah dari perjuangan,'' tandasnya.